Ada pengalaman seru waktu kemarin melatih pencak silat . Siswa2 saya yang rata2 anak SD yang saat itu sedang saya latih teknik seni bertarung ala pencak silat tiba2 dikejutkan oleh anak2 yang sedang bermain sepak bola yang tiba2 berkelahi, sontak para siswa saya yang sedang berlatih pencak silat berhamburan menghampiri anak2 yang sedang berkelahi tsb dan berinisiatif memisahkan mereka.  Lucu sekaligus kagum, siswa2 saya yang notabene duduk di kelas 3, 4 dan 5 SD itu mempunyai kesadaran luar biasa, dengan rasa solidaritas yang tinggi mereka menggiring dan memisahkan anak2 yang sedang berkelahi itu .

Dulu, ketika saya mengajukan proposal untuk mengajukan mengadakan pelatihan pencak silat untuk anak2 SD saya banyak mengalami tentangan , salah satu alasannya saat itu dikhawatirkan anak2 menjadi brutal dan gemar berkelahi, tapi ternyata itu tidak terbukti. Anak2 yang aktif berlatih pencak silat justru lebih kalem pembawaannya, mereka lebih senang berkelahi di Arena latihan daripada berkelahi diluar.

Ya, disaat gencarnya promosi beladiri dari luar, pencak silat seolah terpinggirkan, padahal itu adalah warisan budaya yang adiluhung, seni bertarung anak negeri warisan budaya nusantara.
Jujur, hati saya terharu menyaksikan anak2 berbakat yang dengan keindahan geraknya memperlihatkan seni pencak silat, ada kebanggaan ketika mereka mengenal budayanya sendiri. Saya tidak mengajarkan mereka untuk jago berkelahi, tapi saya mengajarkan mereka belajar berempati, solidaritas dan mengenal rasa takut menyakiti orang lain.

Ya, ada saatnya anak2 mengenal sejarah budaya , ditengah arus modernisasi , kita tidak ingin menjadi penonton ketika budaya kita di curi dan di akui oleh bangsa lain, bahkan saya ingat ketika saya mengajarkan teknik bertarung pencak silat, diantara anak2 yang menjadi penonoton itu bertepuk tangan dan berteriak “ Capoeira , capoeira “ . Ya, anak2 baru tahu , bahwa kita memiliki seni bertarung yang tidak kalah dengan bangsa lain.